Menjadi Seorang Guru yang Rajin Membaca - By Risda Agustini, S.Pd.
Menjadi seorang guru adalah cita-cita saya sejak kecil. Ketika saya duduk dibangku SMA hanya sedikit teman yang mempunyai cita-cita menjadi seorang guru. Lantas terbesit di pikiran saya ada masalah apa dengan guru sehingga orang sangat gengsi untuk menjadi seorang guru. Apakah gaji guru kecil, apakah pekerjaan menjadi guru tidak mulia, sehingga dianggap rendah? Ketika itu saya masih penasaran mengapa teman-teman saya tidak mau menjadi seorang guru. Namun apakah sebenarnya pengertian guru itu?
Menurut Wikipedia pengertian guru adalah “seorang pengajar suatu ilmu. Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik”. Selain itu menurut Nawawi (2015: 280) “Guru adalah orang dewasa, yang karena peranannya berkewajiban memberikan pendidikan kepada anak didik. Orang tersebut mungkin berpredikat sebagai ayah atau ibu, guru, ustadz, dosen, ulama dan sebagainya”. Menurut Djamarah (2015: 280) “Guru adalah seseorang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik atau tenaga profesional yang dapat menjadikan murid-muridnya untuk merencanakan, menganalisis dan menyimpulkan masalah yang dihadapi”.
Berdasarkan pendapat para ahli dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang guru menurut pendapat saya adalah orang yang mempunyai keahlian dengan tugas mendidik, membimbing, mengarahkan dan mengevaluasi peserta didik dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang ia miliki dalam aktivitas pembelajaran.
Seorang guru harus mempunyai pengetahuan yang luas tidak hanya terpaku dengan pengetahuan mata pelajaran saja. Karena guru mempunyai kewajiban untuk menyampaikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik dengan baik. Oleh karena itu seorang guru harus rajin membaca. Baik itu membaca dari buku, atau media lainnya yang dapat menambah pengetahuan.
Namun pada kenyataannya masih banyak sekali guru yang malas membaca. Sebagai contoh ketika Mr. Abel mengetik dan mengirim tulisan di grup whatsapp RC Community mengenai sebuah hal banyak teman-teman guru yang jarang membacanya sampai tuntas. Banyak teman yang bertanya mengenai isi dari tulisan Mr. Abel tersebut. Selain itu praktisi pendidikan Indra Charismiadji mengatakan berdasarkan riset yang dilakukannya di sejumlah daerah, masih banyak ditemukan guru-guru malas membaca sehingga mempengaruhi kualitas pendidikan di Tanah Air.“Problem utama memang di kualitas guru, dan itu yang sayang sekali tidak disebutkan oleh Mas Menteri yaitu Nadiem Makarim,” kata dia pada diskusi bertajuk Evaluasi Pendidikan Tahun 2019 dan Outlook Pendidikan 2020 di Jakarta, Jumat (27/12/2019). Secara pribadi ia mengaku telah berkeliling Indonesia dan menemukan problem utama pendidikan di Indonesia ialah tingkat membaca guru yang masih rendah bahkan tidak suka membaca.
Melihat dari fakta tersebut lalu munculah pertanyaan bagaimana agar guru rajin membaca? Selama ini kita hanya menyuruh siswa untuk rajin membaca tetapi apakah kita sendiri sudah rajin membaca. Menurut pendapat saya agar guru mau rajin membaca harus diawali dengan niat dalam hati lalu tingkatkan rasa ingin tahu kita terhadap suatu hal. Pilihlah tema yang sesuai dengan yang kita minati. Dan yang terakhir luangkan waktu untuk membaca.
Menurut Kepala Pusat Pengembangan Perpustakaan dan Pengkajian Minat Baca Perpustakaan Nasional Syarif Bando seperti dilansir Tempo, masyarakat Indonesia hanya membaca buku selama 2-4 jam per harinya. Padahal, UNESCO telah menetapkan standar membaca buku yang sebaiknya dilakukan minimal 4-6 jam perhari.
Padahal manfaat membaca itu sangat banyak sekali apalagi untuk kita sebagai seorang guru. Berdasarkan “jurnal sivitas akademik” yang ditulis oleh Urip Santoso. Ada beberapa akibat yang positif jika guru terbiasa membaca antara lain:
Memiliki waktu yang lebih sedikit untuk berbincang dan melakukan hal-hal yang kurang bermanfaat.
Memiliki waktu lebih banyak untuk membedah pengetahuan, wawasan dan pandangan orang lain.
Memiliki cara pandang yang lebih bijaksana karena terbiasa membaca ide/gagasan orang lain.
Mampu mengembangkan keluwesan dan kefasihan dalam bertutur.
Dapat mengambil hikmah dari setiap kejadian yang dibacanya.
Dapat mengembangkan kemampuannya dalam merespon baik kemajuan iptek maupun ICT.
Menguasai ragam kata dan istilah serta kalimat yang beragam.
Beberapa hal yang dapat dilakukan agar terbentuk budaya membaca di kalangan guru menurut Urip Santoso dalam jurnal aktivis akademi antara lain:
1) Perlunya penanaman kesadaran akan kebutuhan membaca bagi para guru.
2) Perlunya menjadikan membaca sebagai kewajiban profesi.
3) Pentingnya menjadikan membaca sebagai rekreasi hati.
4) Pentingnya mengawinkan membaca dengan menulis.
5) Pentingnya pengorbanan untuk memfasilitasi budaya membaca para guru.
6) Pentingnya strategi guru dalam membaca agar efektif.
Jika guru sudah terbiasa membaca maka baru mereka bisa meningkatkan minat baca siswanya. Karena guru adalah suri tauladan bagi peserta didik. Seperti yang disampaikan Ki Hajar Dewantara yaitu guru adalah seseorang yang digugu dan ditiru (ucapannya dipercaya dan perilakunya dicontoh). Untuk menjadi suri tauladan yang baik bagi siswa memanglah bukan hal yang mudah. Walaupun tidak mudah bukan berarti tidak mungkin untuk dilakukan. Untuk itu setiap guru harus senantiasa berupaya menjadi teladan bagi siswanya agar keteladanan yang diberikan bisa membawa perubahan yang baik bagi peserta didik. Salah satunya yaitu dengan guru mau rajin membaca.
Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
https://litbang.kemendagri.go.id/website/hasil-penelitian-banyak-guru-malas-membaca/
https://glints.com/id/lowongan/waktu-untuk-baca-buku/#.YXjQjByyQ2w
https://sivitasakademika.wordpress.com/2015/03/29/guru-yang-kreatif-adalah-guru-yang-banyak-membaca/
Buku adalah jendela dunia.
BalasHapus